PENTINGNYA IMAJINASI DALAM MANAJEMEN

March 23, 2015



Keputusan mempunyai dua makna yang berbeda
Profesor G.L.S. Shackle adalah ahli ekonomi yang terkenal. Peter Drucker menjulukinya "rising star" dalam bidang ekonomi di Inggris. Dalam makalahnya yang masyhur, "Policy, Poetry and Success", Shackle mengatakan bahwa imajinasi sama pentingnya dengan nalar dalam bisnis.

Imajinasi lebih penting ketimbang pengetahuan
Einstein pernah mengatakan bahwa imajinasi bahkan lebih penting ketimbang pengetahuan. Pengetahuan itu sendiri sebenarnya merupakan produk dari imajinasi. Apapun yang baru, apakah dalam ilmu pengetahuan, dalam seni atau dalam bisnis, disebabkan oleh imajinasi. Bahkan orang biasa pun selalu mengimajinasikan dan memimpikan sesuatu. Bernard Shaw berkata: " Sementara orang melihat sesuatu yang ada dan bertanya mengapa. Saya memimpikan hal-hal yang tidak pernah ada dan bertanya mengapa tidak".


Einstein's quote (managementdeidei.blogspot.com)

Teori Keputusan Shackle
Pengambilan keputusan mengandung dua makna yang berbeda: menemukan kebenaran (truth-finding) dan menciptakan kebenaran (truth-making). Ambillah contoh pengembangan suatu produk baru. Anda dapat memastikan biaya produksi jika Anda mempunyai semua data yang diperlukan dan jika Anda bekerja dengan sistem penetapan biaya yang baik. Ini adalah penemuan kebenaran. Tetapi kemudian Anda harus memberi nama produk baru tersebut dan mengiklankannya sepatutnya. Ini adalah tugas yang sama sekali berbeda. Bila Anda akhirnya menamai produk tersebut, Anda menciptakan kebenaran, Anda menemukan sesuatu. Kedua kegiatan ini berbeda. Yang pertama memerlukan pendekatan matematik dan perhitungan, sedangkan yang kedua menuntut pendekatan puitis, imajinatif. Yang satu adalah laksana membuktikan sebuah teorema dalam geometri yang lain seperti melukis pemandangan.

Keputusan adalah memilih diantara hasil-hasil imajinasi
Bila Anda harus memutuskan sesuatu, terlebih dahulu Anda akan membayangkan sejumlah alternatif yang kesemuanya merupakan hasil imajinasi Anda. Dalam hal seorang pengusaha ingin menginvestasikan dana sebesar Rp. 500.000.000,- dalam suatu bisnis baru, kemungkinannya sangat banyak tetapi nyatanya, ia hanya dapat memikirkan beberapa alternatif saja. Mustahil untuk memikirkan semua bisnis yang mungkin. Ia mungkin dapat menyusun profil dari banyak bisnis yang menggambarkan berbagai aspek seperti teknologinya, kebutuhan akan tenaga kerjanya, kebutuhan modalnya, potensi pasarnya, resiko dan kemampu-labaannya. Tetapi semua informasi ini meragukan karena masa depan tidak pasti. Pengetahuan baru, penemuan baru, perkembangan politik dan sosial dapat dengan sekonyong-konyong mengubah gambaran itu. Tetapi, pengusaha ini harus mengambil keputusan dan ia akan sangat bersandar pada imajinasinya.

Marcks & Spencer: "Bisnis kami adalah revolusi sosial"
Daripada menyajikan tesis Shackle secara teoritis, akan jauh lebih menarik mengilustrasikannya dengan situasi yang nyata. Shackle mengatakan, "Bisnis adalah membuat dan melaksanakan kebijakan." Ambillah contoh kasus Marks & Spencer yang didirikan pada tahun 1884 sebagai toko amal yang menjual barang-barang murahan. Pada tahun 1915, usaha ini berkembang menjadi toko pengecer kelas satu. Pada tahun 1924, Simon Marcks pergi ke Amerika. Ini merangsang pemikiran imajinatif eksekutif puncak Marcks & Spencer yang kemudian meredefinisikan sasaran mereka sebagai revolusi sosial. Mereka memutuskan untuk menjual busana yang bermutu tinggi dan terancang baik dengan harga yang terjangkau golongan menengah ke bawah dan golongan pekerja dan dengan demikian meniadakan perbedaan kelas berdasarkan gaya busana. Ini merupakan keputusan yang sangat berani dan imajinatif yang membawa perusahaan tumbuh secara spektakuler.

Informasi harus digunakan secara imajinatif
Robert E. Wood memprakarsai revolusi pemasaran yang besar di Amerika pada pertengahan tahun dua puluhan. Ketika itu ia bekerja pada sebuah perusahaan yang bernama Montgomery Ward yang mengkhususkan diri dalam bisnis pesanan lewat surat (mail order). Wood menyampaikan memo kepada perusahaan ini mendesaknya agar mendirikan rangkaian toko pengecer. Memo ini diabaikan. Wood keluar dari perusahaan dan bergabung dengan Sears, Roebuck and Company. Sears dengan segera menerima dan melaksanakan gagasan Wood dengan sukses yang besar. Memo Wood merupakan dokumen bersejarah yang penting. Memo tersebut tidak mengandung informasi statistik atau analisis apa pun. Tetapi ia memperlihatkan wawasan yang sangat berharga terhadap perubahan kebutuhan sosial dan merupakan pendekatan imajinatif yang orisinal terhadap masalah pemasaran. Angka dan fakta sendiri sebenarnya tidak berarti apa-apa, mereka baru bermakna bila ditafsirkan secara imajinatif.


Imajinasi dalam manajemen (photo credit: www.samatters.com)

Persuasi adalah seni
Almarhum Per Jacobsson, Direktur Eksekutif International Monetary Fund (IMF), berusaha keras untuk meyakinkan Jenderal de Gaulle akan perlunya mengendalikan sistem moneter secara efektif. De Gaulle tidak mengindahkan nasehat ini dan situasi dengan cepat memburuk. Per Jacobsson kemudian berkata kepadanya, "Jenderal, tahukah Anda sumbangan terbesar dari Napoleon bagi kejayaan Perancis? Ia mempersembahkan mata uang yang kuat bagi negeri ini dan selama seratus tahun setelah itu ekonomi Perancis tidak pernah mundur. Kini Perancis mengharapkan Anda menghidupkan kembali kejayaan Napoleon". Jenderal de Gaulle seketika terkesan dan mengambil langkah-langkah yang paling energetik untuk menstabilkan mata uang Prancis. Persuasi bukanlah proses yang sepenuhnya logik. Ia adalah seni. Persuasi membutuhkan pemahaman yang imajinatif terhadap suatu situasi.

The Nippon Oil Seal Company
Ini adalah perusahaan Jepang yang menggunakan pendekatan sangat imajinatif terhadap masalah karyawan -manajemen berdasarkan filosofi "Saling Percaya dan Tenggang Rasa". Pada suatu ketika perusahaan menghadapi masalah karyawan yang serius berkenaan dengan bonus. Perusahaan baru saja melakukan program perluasan dan tidak lagi mempunyai dana untuk bonus. Para karyawan menolak untuk bekerja lembur dan pesanan ekspor yang penting dapat tidak terpenuhi jika demikian. Situasi sangat kritis. Direktur perusahaan menemui seluruh karyawan dan berkata, "Ada seorang ibu lewat di depan toko roti bersama anaknya yang masih kecil yang belum makan apa pun sejak pagi. Si anak minta dibelikan roti tetapi ibunya tidak mempunyai uang sepeser pun. Cobalah Anda semua memahami bagaimana perasaan sang ibu dalam situasi seperti itu. Hanya inilah yang dapat saya katakan sekarang." Keesokan harinya ketua serikat pekerja di perusahaan itu berkata kepada direktur tadi, "Jangan khawatir, pak. Kami memahami posisi Anda dan kami bersedia bekerja lembur."
Perusahaan ini mempunyai program yang dinamakan "Keluarga Dua Tunas Bambu" atau Sojunkai untuk partisipasi karyawan dalam manajemen. Gagasannya adalah bahwa manajemen dengan karyawan itu seperti sepasang tunas bambu yang baru saja mulai tumbuh. Mereka harus saling membantu agar tumbuh menjadi pohon bambu yang besar dan akan membentuk rumpun yang rindang. Ini tentu saja, merupakan pendekatan yang imajinatif terhadap suatu masalah yang kompleks.

Film seri televisi Xerox tentang PBB
Beberapa puluh tahun yang lalu dalam rapat tahunan pemegang sahamnya Xerox mengumumkan bahwa perusahaan ini akan membelanjakan 4 juta dollar untuk membuat film seri televisi khusus mengenai PBB tanpa disisipi iklan sedikit pun. Beberapa pemegang saham dengan keras menolak usulan ini. Keberatan ini dikalahkan oleh suatu mayoritas, ketika seorang pemegang saham, ia sendiri adalah aktor yang populer, berkata "Yang kita saksikan di televisi sekarang hanyalah cerita tentang detektif yang mencungkil usus orang, kisah western yang bodoh dan misteri-misteri. Menyiarkan film tentang PBB di televisi bagi Xerox sangatlah baik." Setelah itu, manajemen menerima lima belas ribu surat yang menolak program tersebut. Tentu saja surat-surat ini diabaikan. Direktur perusahaan mengatakan, "Kerjasama dunia adalah bisnis kami karena tanpa itu tidak akan dunia dan karenanya tidak akan ada bisnis." Inilah visi imajinasi besar dalam manajemen.

Anda tidak pernah dapat meliarkan kembali titik yang jinak
CEO IBM, Tom Watson Jr, merasa khawatir kalau-kalau para eksekutifnya telah menjadi penakut. Ia ingin agar mereka memelihara kualitas inovatif serta wawasan ke depan yang independen. Ia menceritakan kepada mereka sebuah kisah karangan filsuf Denmark yang terkenal, Kierkegaard.
Ia bercerita tentang seorang laki-laki di pantai Zealand yang senang mengamati itik-itik liar terbang ke selatan secara berombongan setiap musim gugur. Karena merasa iba, ia mulai memberi mereka makan di sebuah danau dekat tempat itu. Setelah beberapa lama, sebagian itik-itik itu tidak lagi terbang ke selatan; mereka melewati musim dingin di Denmark di tempat laki-laki tadi memberi mereka makan.
Makin lama mereka makin malas terbang. Ketika itik-itik liar lain kembali dari selatan, itik-itik ini akan terbang berputar-putar menyambut kedatangan mereka tetapi kemudian kembali lagi ke tempat makan mereka di tepi danau. Setelah tiga atau tempat tahun, mereka telah menjadi begitu malas dan gemuk sehingga mendapat kesukaran untuk terbang. Kierkegaard menyimpulkan maksudnya--Anda dapat menjinakkan itik liar, tetapi Anda tidak pernah dapat meliarkan kembali itik yang telah jinak itu. Dapat pula kita tambahkan bahwa itik yang telah jinak tidak akan pernah pergi kemana-mana lagi.

Imajinasi & imajinasi (www.zazzle.com.au)



Pengetahuan dan imajinasi
Peter Drucker telah mengatakan bahwa pengetahuan adalah bisnis, tetapi tanpa imajinasi, pengetahuan akan menjadi mandul. Oleh karena itu kita mungkin perlu mengetengahkan dalil baru: Imajinasi adalah juga bisnis.

You Might Also Like

0 komentar

Video Of Day