Politik dalam Pandangan Islam
June 13, 2012
"Kebangkitan
suatu bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan. Sesuatu yang sering
membuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentuk
kemustahilan. Tapi, di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya
telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan
ketenangan dalam melangkah telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak
dari ketidakberdayaan menuju kejayaan."
(Hasan Al-Banna; Risalah Ila Ayyu Syain Nad u An-Naas.)
Dalam
sejarah kehidupan bangsa-bangsa, kebangkitan dan kemajuan adalah sebuah
keniscayaan yang mesti diyakini. Namun, kelemahan yang sedang mengungkung suatu
bangsa seringkali memicu keputusasaan sehingga bayang-bayang ketidakpastian dan
kemustahilan menjadi begitu kuat. Realitas kejiwaan masyarakat inilah yang
ingin didobrak oleh Hasan Al-Banna, dengan salah satu ungkapannya: "Inna haqaiqa al-yaumi hiya ahlamu al-amsi,
wa ahlama al-yaumi haqaiqu al-ghadi (Sesungguhnya kenyataan hari ini adalah
mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari)."
Sementara
akar penyebab kelemahan yang sebenarnya ada pada kehancuran jiwa masyarakatnya.
Ini yang secara kuat dicemaskan oleh Abul Hasan An-Nadwi dengan ucapannya,
"Kemanusiaan sedang ada dalam sakratul maut.”. Bahkan, kecemasan dunia
modern yang digjaya seperti Amerika misalnya, juga terletak di sini. Laurence
Gould pernah mengingatkan publik Amerika, "Saya tidak yakin bahaya
terbesar yang mengancam masa depan kita adalah bom nuklir. Peradaban AS hancur
ketika tekad mempertahankan kehormatan dan nilai-nilai moral dalam hati nurani
warga kita telah mati." (Hamilton Howze, The Tragic Descent: America in
2020 , 1992).
Dari
pemahaman inilah, Hasan Al-Banna menyimpulkan bahwa pilar kekuatan utama
membangun kembali umat adalah kesabaran (ash-shabru),
keteguhan (ats-tsabat), kearifan (al-hikmah), dan ketenangan (al-anat) yang kesemuanya menggambarkan
kekuatan kejiwaan (al-quwwah an-nafsiyah)
suatu bangsa. Dan Hasan Al-Banna menyimpulkan adanya lima babak yang akan
dilalui. Kesimpulan ini berangkat dari analisa sejarah perjalanan bangsa-bangsa
dan upaya memahami arahan-arahan Rabbani
Berikut
Seri Pemikiran Politik Hasan Al-Banna: Lima Babak Kebangkitan Umat
1.
Kelemahan (adh-dho fu).
Faktor
utama kelemahan adalah terjadinya kesewenang-wenangan rezim kekuasaan yang
tiranik. Kekuasaan inilah yang memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan
masyarakat dan memberangus potensi-potensi kebaikannya dengan dalih kepentingan
kekuasaan. "Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi
dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari
mereka, membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan
mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang yang membuat kerusakan." (QS.
28:4) Itulah sebabnya tujuan pertama transisi politik menurut Al-Banna adalah
membebaskan umat dari belenggu penindasan dalam kehidupan politik.
2.
Kepemimpinan (az-zuaamah).
Sejarah
perubahan menunjukkan bahwa upaya bangkit kembali dari kehancuran membutuhkan
seorang pemimpin yang kuat. Kepemimpinan ini mesti muncul pada dua wilayah,
yaitu pemimpin di tengah-tengah masyarakat (az-zuaamah
ad-da wiyah) yang menyeru kepada kebaikan dan pemimpin pemerintahan (az-zuaamah as-siyasiyah) yang sejatinya
muncul atau menjadi bagian dari mata rantai barisan penyeru kebaikan itu.
"Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
muka bumi(QS. 24:55). Ini artinya kekuatan-kekuatan Islam mesti mempersiapkan
diri secara sistematis, sehingga masa transisi politik menjadi kesempatan untuk
meneguhkan kepemimpinan dakwah dan untuk meraih kepemimpinan politik. Inilah
tantangan sekaligus rintangan terberat kaum muslimin pada hari ini.
3.
Pertarungan (ash-shiraa u)
Ketika
suatu bangsa memasuki masa transisi politik, Al-Banna mengingatkan akan muncul
dan maraknya berbagai kekuatan ideologis yang lengkap dengan tawaran sistem dan
para penyerunya. Akan terjadi kompetisi terbuka untuk menanamkan pengaruh,
meraih dukungan dan memperebutkan kekuasaan. Ada dua karakter dasar
ideologi-ideologi kuffar. Pertama, secara hakiki ia berlawanan dengan ideologi
Islam. Dan kedua, untuk menjamin eksistensinya di muka bumi, ideologi-ideologi
kuffar itu akan berupaya menghancurkan ideologi Islam. Pertarungan terberat
adalah pada upaya untuk membebaskan diri dari mentalitas, sikap, perilaku dan
budaya yang sudah terkooptasi oleh ideologi materialisme-sekuler. Pertarungan
ini tidak bisa dimenangkan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan bangunan
keimanan baru yang memantulkan izzah (harga diri) umat di hadapan
peradaban-peradaban kuffar.
4.
Iman (Al-Iman)
Pertarungan
ideologi di fase transisi menuju kebangkitan adalah masa-masa ujian berat bagi
umat. Pertarungan akan memunculkan dua golongan manusia. Pertama, mereka yang
tidak istiqamah dengan cita-cita Islam dan menggadaikan perjuangannya demi
keuntungan-keuntungan material. Perjuangan bagi mereka adalah bagaimana
mengumpulkan sebanyak-banyaknya perhiasan dunia sesuatu yang tidak mereka
miliki sebelumnya. Golongan kedua, adalah mereka yang istiqamah dan iltizam
dengan garis dan cita-cita perjuangan. Besarnya kekuatan musuh justru menambah
keimanan mereka dan semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah. Inilah
golongan yang sedikit, tapi dijanjikan kemenangan oleh Allah. Proses
kebangkitan umat tidak akan berjalan tanpa keberadaan mereka; orang-orang yang
akan menorehkan garis sejarah panjang perjuangan yang diliputi berbagai
keistimewaan dan keajaiban.
5.
Pertolongan Allah (Al-Intishar)
Inilah
hakikat kemenangan bagi umat, yaitu ketika Allah swt. telah menurunkan
pertolongannya untuk mencapai kemenangan sejati. Kemenangan tidak semata diukur
oleh terkalahkannya musuh. Tetapi, kemenangan adalah ketika tangan-tangan Allah
ikut bersama kita menghancurkan seluruh kekuatan musuh. Inilah awal tumbuhnya
kehidupan baru di mana Allah akan menerangi dengan cahayaNya dan Allah akan
menaungi kehidupan umat dengan Keperkasaan dan Kasih-sayangNya. Di sinilah
pembalikan keadaan (tabdil) dalam
kehidupan akan terjadi. Kemakmuran, keamanan, kedamaian dan keadilan akan
menjadi nikmat yang bisa dimiliki setiap makhluk yang mendiami negeri itu.
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya
Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan
datang serta menyempurnakan nikmatNya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan
yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang besar."
(QS. Al-Fath: 1-3)
0 komentar